Tanjung Bonai – Talempong, alat musik tradisional yang menjadi ciri khas tanah Minangkabau, Sumatera Barat.
Talempong dimainkan oleh satu hingga beberapa orang, menghasilkan suara dengungan berbeda pada setiap pukulan menggunakan dua buah kayu oleh pemainnya.
Selama ini, Talempong digunakan dalam berbagai acara adat, budaya seperti tarian, hingga pernikahan untuk menyambut kedua mempelai saat akan ‘Baralek’ (resepsi).
Talempong berbentuk lingkaran dengan diameter 15 hingga 17,5 meter, bagian bawahnya berlubang, sedangkan bagian atasnya memiliki bundaran menonjol dengan diameter tertentu. Alat musik ini biasanya terbuat dari besi berwarna keemasan.
Namun, ada yang berbeda jika kita menjelajah ke Nagari Tanjung Bonai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, tepatnya di Jorong Pamusian. Di sini, Talempong tidak terbuat dari besi, melainkan dari sebatang kayu.
Saat menuju Jorong Pamusian dengan medan yang cukup berat, masyarakat setempat menyebut alat musik tradisional yang langka ini sebagai Talempong Kayu, sesuai dengan bahan pembuatnya.
Siang itu, kakak-beradik memainkan Talempong Kayu dengan sejumlah lagu asli Minangkabau seperti Barak Mudo dan Hujak Labek Dek Daun. Suara dengungan khas yang tidak jauh berbeda dengan Talempong besi mengisyaratkan bahwa dari sebatang kayu dapat tercipta musik indah.
Rainas menceritakan, Talempong Kayu dia kenal sejak berumur 5 tahun. Saat itu, neneknya yang mengenalkannya pada alat musik ini.
Dia mengaku tak menyangka, sebatang kayu dapat dijadikan alat musik, bahkan sebagai Talempong. Dia tertarik setelah mendengar suara dari Talempong Besi.
“Iko diajaan dek nenek dulu, jadi awalnyo suko, lamak se mandanga bunyi Talempong Basi, jadi minta nenek mambuekan (Alat musik ini dulu diajari nenek, jadi karena awalnya suka, enak mendengar bunyi dari Talempong Besi, jadi minta nenek untuk membuatkannya),” kata Rainas di Jorong Pamusian tersebut.
Karena kegemarannya mendengar alat musik ini, neneknya pun berinisiatif membuat Talempong dari bahan sederhana, yaitu kayu. “Ndak manyangko lo dulu, partamo tuh, tanyato kayu bisa dibuek jadi Talempong, dan bunyi hampia mirip. (Saya tidak menyangka dulu, pertama itu, ternyata kayu dapat dibuat sebagai Talempong, dan bunyinya hampir mirip),” jelas Rainas.
Rainas mengenal Talempong Kayu dari neneknya sejak 42 tahun lalu. Selama itu, dia telah mengajari adik dan saudaranya memainkan Talempong Kayu.
Permainan Talempong Kayu tidak jauh berbeda dengan Talempong Besi. Namun, Talempong Kayu dijejerkan hanya sebatang kayu pada setiap ruas di tempatnya, berbeda dengan Talempong Besi yang bisa dijejerkan dua ruas.
Talempong Kayu hanya memiliki enam batang kayu, namun tetap memiliki ciri khas. “Dari dulu nenek maajaan yo anam kayu ko, emang segitu dari dulu. (Dari dulu diberitahu dan diajarkan nenek dengan enam kayu ini, emang dari dahulu segitu jumlahnya),” kata Rainas.
Suara dari setiap batang kayu berbeda-beda. Mulai dari batang kayu pertama menghasilkan suara paling rendah, seperti nada ‘Do’, dan terus naik hingga batang kayu terakhir, atau keenam.
“Kalau bunyinyo babeda, kalau iko (paliang ketek) bunyi nyo paliang randah mulai dari kanan, sampai kaateh atau ka kiri paliang tinggi. (Kalau bunyinya berbeda setiap kayu, kalau kayu pertama bunyinya paling rendah mulai dari kanan, sampai keatas atau ke kiri itu semakin tinggi),” sebut Rainas.
Perbedaan suara yang dihasilkan dari Talempong Kayu dibandingkan Talempong Besi hanya pada kekuatannya. Talempong Besi dapat menghasilkan suara lebih besar karena terbuat dari besi, sedangkan Talempong Kayu lebih kecil karena terbuat dari kayu.
Talempong Kayu tidak dapat dimainkan oleh satu orang, melainkan minimal dua orang. Menurut Rainas, setiap orang yang memainkan Talempong Kayu memegang dua kayu pemukul, dan jarak antara batang kayu satu dengan lainnya cukup jauh.
“Tamasuak, karano satiok batang kayu itu beda-beda bunyinyo, sudah tu, pas mamukuahnyo harus capek lo, jadi harus diimbangi dek duo pemain. (Termasuk, karena setiap batang kayu itu berbeda-beda bunyinya, setelah itu, saat memukul juga harus cepat, jadi harus diimbangi oleh minimal dua pemain),” sebut Rainas.
Kayu untuk membuat Talempong Kayu juga tak sembarangan, namun mudah ditemukan. Talempong Kayu terbuat dari batang kayu ‘Sapek’ (sebutan masyarakat setempat).
Awalnya kayu ‘Sapek’ digergaji menjadi dua bagian seperti kayu bakar. Lalu kayu itu dipahat sesuai dengan nada yang ingin dihasilkan. Pahatan pada setiap batang kayu berbeda-beda, ada yang hanya dipahat sedikit, ada yang dipahat cukup dalam.
“Alah digergaji dan dipahek, beko langsung dijamua di matohari angek. (Setelah digergaji dan dipahat, nantinya langsung dijemur di matahari panas),” kata Rainas.
Setelah membuat batang kayu menjadi Talempong, barulah dibuat ‘rumah’ dari Talempong Kayu tersebut. Rumah ini merupakan tempat menaruh batang-batang kayu yang akan dijadikan Talempong.
Rumah dari Talempong Kayu juga terbuat dari kayu dengan benang seperti karet sebagai penyangga setiap batang kayu. Penyangga ini berfungsi menghasilkan suara saat Talempong Kayu dipukul.
“Yo, kalau ndak ado rumahnyo, ndak bisa babunyi nyo doh, harus ado rumahnyo. (Ya, kalau tidak ada rumahnya atau tempatnya, alat ini tidak berbunyi, harus ada rumahnya),” ujar Rainas.
Berbicara soal ‘Alek’ (acara), apakah pernah Talempong Kayu dimainkan pada acara kegiatan maupun resepsi pernikahan, dia mengaku tidak pernah. Karena selama ini dia hanya hobi dan ingin melestarikan Talempong Kayu ke anak cucunya.
Dia mengaku tidak ada perhatian khusus dari pemerintah untuk melestarikan alat musik tradisional yang langka dari tanah Minangkabau ini.
“Iyo, kalau dikecekan unik, yo unik, kalau ndak salah ambo, cuma ado di tigo daerah di Sumbar ko. Yo, pastinyo kami berharap perhatian pemerintahlah, salamo emang alun ado soalnyo, kami raso iko langka, dan ambo sendiri akan melestarikan iko kamukonyo, itu mungkin harapan dari kami. (Iya, kalau dibilang unik, ya unik, kalau tidak salah saya, alat ini cuma ada di tiga daerah di Sumbar. Ya, pastinya kami berharap perhatian dari pemerintah, selama ini memang belum ada hal itu, kami rasa ini langka, dan saya sendiri akan melestarikan alat ini kedepannya, itu mungkin harapan dari kami),” harap Rainas.
Begitulah cerita dari Nagari Tanjung Bonai, Kabupaten Tanah Datar. Sumatera Barat yang kaya akan budaya seharusnya dapat melestarikan alat musik tradisional langka ini. Talempong Kayu dapat menjadi ikon baru bagi Sumatera Barat, karena dari sebatang kayu tercipta nada yang indah.